
Sebelum jauh ngelantur membahas hal-hal lain, maka mula-mula ijinkanlah kami menaksir perwetonan dalam hari pernikahan Kahiyang Ayu-Bobby Nasution. Kahiyang, putri Jokowi, melepas lajang bersama kekasihnya Muhammad Bobby Afif Nasution pada Rabu, 8 November 2017. Menurut kitab primbon Jawa cetakan ke sepuluh yang belum direvisi, tanggal itu jatuh pada Rabu Pahing, berwatak Lakuning Banyu, Wasesa Segara. Jika dikombinasikan dengan angka delapan, maknanya ciamik soro: pernikahan Kahiyang-Bobby akan dianugerahi oleh perencanaan yang matang dengan kepastian rejeki yang terus melimpah.
Telaah kejawen ini penting untuk melihat bahwa tiap-tiap orang tua selalu berkehendak yang terbaik bagi putra-putrinya, sebuah harapan dan doa yang juga ditiup lewat pemilihan tanggal nikah. Dari pilihan angka cantik itu, tentu saja kita di rumah, yang ngaplo di depan Insert atau Cek dan Ricek atau Kiss Selebriti edisi spesial Jokowi Mantu, juga harus mengirim doa.
Tapi bukan hanya teruntuk pasangan keluarga istana yang sedang berbahagia, melainkan terutama memanjatkan doa untuk diri sendiri.
Ini penting, pembaca yang budiman. Masih ingat pernikahan Anang Hermansyah-Ashanty, yang diarak keliling kota Jember? Atau hari patah hati nasional saat Raisa-Hamish rabi? Atau pernikahan artis yang menjadi spam di seluruh stasiun televisi, Raffi Ahmad-Nagita Slavina, yang liputannya bahkan diperluas hingga edisi “Malam Pertama Raffi-Gigi”?
Kalau pembaca ingat, setelah gegap-gempita dan puja-puji usai, setelah pesta resmi bubar selesai, apa yang tersisa untuk kita? Tidakkah harga-harga bahan pokok masih galak tingginya, rasisme masih berkuasa, dan Setya Novanto masih melenggang dengan gantengnya?
Ini yang musti kita hindari, minimal dengan menyelipkan doa baru: “semoga pernikahan Kahiyang-Bobby ini menjadi peristiwa revolusi kebudayaan dan revolusi politik”. Semoga berita-berita yang berhamburan tentang kebahagiaan ini tidak hanya menjadi bancakan bagi infotainmen, bagi para lambe yang turah-turah itu, tetapi memberi energi baru untuk Jokowi, untuk para pejabat yang hadir bersilaturahmi. Semoga kebaikan-kebaikan dalam pernikahan itu menular seluas-luasnya.
Tak perlu berharap muluk kita kebagian katering Gibran yang konon punya citarasa yang menguras habis liur dari kerongkongannya. Jangan juga ngimpi terlalu lancip untuk diundang datang.
Harapan sederhana saja: bayangkan andai 8.000 tamu undangan itu mampu menyerap tenaga pendorong yang segar dan mengartikulasikannya dalam aktifitas memperbaiki negeri, hukum kita, dan nasib-nasib kita yang masih kere melarat ngenes ini. Bayangkan tatkala para undangan itu menyeruput sirop manis, ia akan teringat senyum manis rakyatnya, dan bukan senyum Setnov. Andai ketika sop buntut disikat, para undangan terkenang bejibun problem penegakan hukum yang juga musti segera dibabat. Saat Terang Bulan martabak manis Markobar disajikan, andai saja para penikmatnya ingat betapa warna-warni topping itu mengisyaratkan variasi dan perbedaan dalam anak bangsa yang indah dan musti dijaga.
Pagi ini, di Gedung Graha Saba Buana, Solo, Jawa Tengah, pernikahan Kahiyang-Bobby dihelat. Di sana pula semoga bukan hanya kekeratonan politik nasional yang diruwat, tetapi juga bangsa keseluruhan. Menuju yang lebih baik. Aseloleeee