
Oleh: Bagus Priyono*
Walaupun saya tak pernah merasakan duduk manis di dalam mobil bensin dan mobil listrik—oleh karena belum punya—yang saya tahu barulah pengertian standar dari mobil: alat transportasi yang umum dan dipakai masyarakat sak ndunyo. Sebagian besar mobil yang beredar di jalanan adalah mobil berbahan bakar bensin, yang konon kurang ramah lingkungan.
Dengan adanya kemajuan zaman dan teknologi modern, saat ini selain mobil bertenaga bensin, ternyata ada juga mobil kekinian bertenaga listrik. Mobil setrom itu menggunakan baterai dan diklaim jauh lebih ramah lingkungan dibanding dengan mobil bensin.
Mobil berbahan bakar bensin atau solar disukai karena bahan bakarnya relatif murah dan mudah didapat—murah karena mendapat subsidi Negara.
Karena sangat populer serta menjadi salah satu kebutuhan hidup banyak orang, tentu saja biaya pembuatan mobil dan reparasi juga menjadi lebih murah–meski ini tak menolong kemampuan saya untuk membeli mobil, hanya bisa membeli jenis BBM-nya.
Mobil berbahan bakar fosil ternyata pertama kali dikembangkan pada tahun 1886. Penemunya adalah Karl Benzwong Jerman. Wong-wong pinter jaman baheula itu membuat mesin untuk bisa mengubah bahan bakar menjadi gaya gerak. Mesin itu dinamakan combustion engine, dan dipakai hingga sekarang pada mobil-mobil bensin pada umumnya. Combustion dalam bahasa maduranya adalah “ledakan/pembakaran”.
Namun, bahan bakar fosil termasuk sumber daya yang sangat sulit diperbaharui. Bensin didapat dari pengambilan fossil fuel, yang tersimpan di bawah lempeng bumi. Fossil fuel ini memerlukan ratusan hingga ribuan tahun untuk dapat terbentuk. Selama beberapa dekade terakhir ini, manusia berlomba-lomba untuk mengambil sumber daya, dengan cara menggali jauh kedalam lempeng tanah. Pada suatu saat tertentu di masa depan pastinya fossil fuel yang ada di bumi ini dapat habis tidak tersisa, dan akan ngeri sekali andai lempeng bumi yang tiada henti digali akan menjadikan bumi gerowong alias ambles.
Mobil berbahan bakar fosil cenderung tidak ramah lingkungan karena mengeluarkan asap yang bisa menyebabkan polusi udara yang bikin sepet mata, serta pemanasan global. Polusi ini seringkali disebut emisi. Kendaraan bertenaga bensin menjadi salah satu sumber emisi global di semua negara.
Sementara itu, mobil listrik atau setrom adalah yang digerakkan dengan listrik, menggunakan energi listrik yang disimpan dalam baterai atau tempat penyimpan energi lainnya. Mobil jenis ini amat populer pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Tapi kemudian meredup karena teknologi mesin pembakaran yang semakin maju dan harga kendaraan berbahan bakar fosil yang semakin murah. Krisis energi pada tahun 1970-an dan 1980-an pernah membangkitkan sedikit minat pada mobil-mobil listrik. Tapi baru pada tahun 2000-an para produsen kendaraan baru menaruh perhatian yang serius pada kendaraan listrik ini.
Hal tersebut disebabkan karena harga minyak yang melambung tinggi pada tahun 2000-an, serta mulai tumbuhnya kesadaran akan buruknya dampak emisi gas rumah kaca. Hingga tahun 2011, model-model listrik yang tersedia dan dijual di pasaran beberapa negara adalah Tesla Roadster, REVAi, Renault Fluence Z.E., Buddy, Mitsubishi i MiEV, Tazzari Zero, Nissan Leaf, Smart ED, Wheego Whip LiFe, Mia listrik, dan BYD e6. Nissan Leaf, dengan penjualan lebih dari 20.000 unit di seluruh dunia (sampai November 2011), dan Mitsubishi i-MiEV, dengan penjualan global lebih dari 17.000 unit (sampai Oktober 2011), adalah kedua mobil listrik paling laris di dunia.
Pada akhirnya, ketergantungan minyak dari luar negeri pun berkurang, karena bagi beberapa negara maju seperti Amerika Serikat dan banyak negara Eropa, kenaikan harga minyak dapat memukul ekonomi mereka. Bagi negara berkembang, harga minyak yang tinggi semakin memberatkan neraca pembayaran mereka, sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
Di Indonesia, pada tanggal 1 April 2012 pemerintah telah kucurkan Rp 100 miliar untuk riset mobil listrik. Lalu pada tanggal 10 Juni 2013 pemerintah tegaskan kendaraan listrik bebas pajak. Kemudian pada tanggal 12 Juni 2013 Zbee dari Swedia resmi membuka pabrik kendaraan listrik dengan nama PT Lundin Industry, yang terletak di Kota Banyuwangi, Jawa Timur, dan target produksi minimal 100.000 unit per tahun.
Angka-angka itu patut ditunggu: adakah ini gejala murni kesadaran perbaikan lingkungan global, atau sekedar pengulangan dari keserakahan kapitalisme yang terus berganti wujud.
*Penulis adalah Koordinator Liputan dari salah satu media televisi Jawa Timur, dan Mahasiswa Pascasarjana, Media dan Komunikasi FISIP Unair